Tim kuasa hukum Helmi Hasan-Mian Saat Memberikan Keterangan Pers.
Bengkulu.Bukitbarisannews.com.- Tim kuasa hukum paslon Pilgub Bengkulu Helmi Hasan dan Mian mengajukan perkara ke Mahkamah Konstitusi (MK) usai tuntutan mereka untuk pembatalan paslon tiga periode tak dipenuhi KPU Bengkulu. Mereka menuntut penghapusan PKPU Nomor 8 Tahun 2024. Selain itu, mereka juga melaporkan KPU ke DKPP.
Laporan tersebut disampaikan ke MK dengan nomor tanda terima 126-1/PUU/PAN.MK/AP3. Pokok Perkara pengujian pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU No 10/2016 tentang Pilkada yang menghitung masa jabatan sejak pelantikan. Jika dikabulkan MK, maka pasal di PKPU 8/2024 yaitu pasal 19 hurup e akan rontok. Dampak hukumnya akan membatalkan pencalonan mereka yang berpotensi berkuasa 3 periode seperti Edi Damansyah (Bupati Kutai Kartanegara), Dyah Hayuning Pratiwi (Bupati Purbalingga), Gusnan Mulyadi (Bupati Bengkulu Selatan), dan Rohidin Mersyah (Gubernur Bengkulu).
Kuasa Hukum Helmi-Mian, Muspani, mengatakan apabila KPU dan Bawaslu taat hukum, maka tidak perlu ada pengujian pasal ini ke MK. Sebab, norma pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU No 10/2016 sudah dicabut oleh MK melalui 3 putusannya yaitu Putusan No: 22/PUU-VII/2009, No: 67/PUU-XVIII/2020, dan No: 2/PUU- XXI/2023. Dalam putusan-putusan itu, MK secara tegas tidak membedakan antara jabatan sementara dan definitif.
“Tanggal 13 September 2024, kami tim hukum Helmi-Mian sudah mengajukan Pengujian Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) ke MK. Kami berharap MK memberikan kepastian bagaimana tata cara penghitungan untuk jabatan Plt. Kami sangat yakin bahwa MK akan menegaskan bahwa jabatan Plt dihitung sejak Plt itu menjalankan tugasnya. Bukan sejak pelantikan,” kata Muspani, Minggu (15/9/2024).
Selain mengajukan gugutan ke MK, Muspani dan tim juga melaporkan KPU ke DKPP atas pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Laporan diterima dengan Nomor: 495/03-12/SET-02/IX/2024, disampaikan pada Kamis (12/9) pukul 14.00 WIB, bertempat di kantor DKPP.
“Pengaduan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ini terkait tidak dipatuhinya Putusan MK yaitu putusan No: 22/PUU-VII/2009, No: 67/PUU- XVIII/2020 dan No: 2/PUU-XXI/2023 oleh KPU dan Bawaslu RI. Hal itu merupakan kejahatan Pemilu dan sanksinya dapat berupa pemecatan dengan tidak hormat karena mempermainkan konstitusi yang wajib kita junjung tinggi,” jelas Muspani.
Muspani mengatakan pelanggaran kode etik berat yang dimaksud yaitu melanggar prinsip kejujuran, tidak profesional, melanggar asas kepastian hukum, tidak menjalankan peraturan perundang-undangan, tidak menghargai putusan Lembaga negara, dan melanggar sumpah janji sebagai anggota KPU/Bawaslu sebagaimana diatur pada pasal 6, pasal 7, pasal 11, pasal 15 dan pasal 19 Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu. (rls detik.com)